HOBI : KAMERA ANALOG


Hobi ini diperkenalkan oleh teman S2 yang sebenarnya sudah saya kenal dari sejak menempuh jenjang Sarjana. Awalnya teman saya ini mengeluarkan kamera analog dan kemudian mengambil beberapa gambar kami yang sedang bermain basket di lapangan kampus. Beberapa hari kemudian, hasilnya dibagikan ke WA grup, dan dimulailah hobi ini..

Setelah beberapa waktu menggunakan kamera analog dari yang awalnya menggunakan kamera analog bapak yang perlu perbaikan sana sini bahkan ada yang perlu dihidupkan kembali dari mati suri. Sampai akhirnya mencoba membeli kamera analog sendiri. Seperti biasa, daripada menulis cerpen perkenalan saya dengan kamera analog, lebih baik saya ceritakan saja kesan saya terhadap hobi baru saya ini. Tentunya kesan ini valid untuk saya saat ini, dan tulisan ini dibuat juga untuk mengingatkan saya pada kesan saya pada sesuatu di berbagai lintasan waktu.

Jadi, kenapa kamera analog?
Alasan awal dan logis adalah karena tidak mampu membeli kamera digital yang bagus. Saya juga kurang mengerti bagaimana hasil foto menggunakan kamera digital yang saya ambil tidak pernah memuaskan untuk saya. Ternyata untuk melakukan fotografi perlu juga kemampuan editing seperti menggunakan software Lightroom atau Photoshop yang saya tidak pernah menyentuhnya sama sekali. Saat teman saya share hasil foto kamera analog lewat WA grup, saya rasa tone dari foto yang dihasilkan oleh teman saya itu memuaskan mata saya. Dan enaknya tidak perlu diedit apa-apa lagi. Kesimpulannya Sederhana, Simpel dan Murah. Walaupun murah disini perlu pembahasan lebih lanjut.

Alasan romantisnya untuk melanjutkan hobi ini adalah tentang mengambil jeda. Saya merasa perputaran waktu dewasa ini terlalu cepat. Efektivitas dan efisiensi dijunjung tinggi untuk mendapatkan produktivitas yang diinginkan. Mungkin saya yg malas ini cukup lelah, melihat perputaran tersebut. Banyak dari kita yang tidak sadar akan kondisi sekitar akibat tergulung arus waktu yang cepat ini. Terutama saya. Dan ternyata hobi ini memaksa saya untuk mengambil jeda, memperhatikan sekitar, mengatur fokus dan menangkap momen. Jika ujung dari waktu ini sudah ditentukan, saya tidak mau terlalu banyak momen dan refleksi kondisi sekitar yang terlewatkan saat ujung waktu itu sudah terlihat dekat. Selalu saya tanya diri sendiri, apakah saya bisa menyebutkan hal-hal penting yang berada di lingkungan saya? Kalau hanya memikirkan cepat sampai tujuan dalam keterburu-buruan saya yakin terlalu banyak yang saya lewati.

Alasan selanjutnya adalah hobi ini memaksa saya menikmati sebagian kecil perilaku alam. Sebagai contoh adalah momen Golden Hour. Salah satu keindahan yang diberikan alam di setiap hari namun tidak terlalu banyak orang yang menikmatinya terutama di kota-kota besar yang menuhankan efisiensi, efektivitas dan produktivitas. Fotografer digital juga mengerti keindahan Golden Hour ini, tapi kamera analog ‘memaksa’ kita untuk lebih menikmatinya. Keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh kamera analog ini memerlukan kondisi pencahayaan yang cukup dan lembut agar warna objek terlihat indah dan akurat.

Kamera digital mampu mengambil foto dengan baik di tiap kondisi pencahayaan. Sedangkan kamera analog harus tau keterbatasan dirinya, jika memang terlalu gelap atau terlalu keras cahayanya lebih baik kita tidak mengambil momen tersebut jika tidak ingin 1 dari 36 frame kita terbuang. Keterbatasan ini mengingatkan kita manusia untuk tidak terlalu serakah.

Terakhir, romantisme saya dengan kamera analog adalah tentang ‘shoot and let go’. Tidak ada hobi saya yang seikhlas ini. Tidak ada hobi saya yang lain yang hasilnya tidak terprediksi seperti ini. Dan tidak ada hobi saya yang lain yang mengajarkan saya untuk ‘lakukan saja dan terima semua konsekuensi dari apa yang kamu lakukan’.

Bandung, Juli 2018, setelah 3 bulan menggunakan kamera analog
(kita tunggu momen dimana saya bosan, sibuk dan meninggalkan hobi ini. Semoga tidak)

Comments

Popular posts from this blog

Wacana Ketujuh : Wolves